It's IRF's Blog

Saturday, April 30, 2016

Kisah Banjir Besar Nabi Nuh AS Ada Kaitannya Dengan Indonesia? Berikut kisahnya



Nabi Nuh adalah salah satu dari 25 rosul yang dikabarkan dalam Al Qur’an. dikabarkan di abadikan dalam ab alloh sebagai pelajaran bagi umat islam saat ini. Dalam kisahnya umat Nabi Nuh diberi azab oleh alloh dengan bencana hingga sehancur hancurnya. Orang – orang durhaka di antara umat Nabi Nuh tertelan banjir maha dahsyat yang menenggelam kan seluruh daratan di bumi. Menurut rekam sejarah memang dikatakan bahwa bumi pernah mengalami banjir besar yang menenggelamkan seluruh daratan dunia akibat gleser di kedua kutub bumi yang mencair.

 Sebelum terjadinya bencana besar tersebut  yaitu banjir besar, Allah SWT terlebih dahulu memperingatkan Nabi Nuh dan menyuruh untuk membuat sebuah bahtera yang akan menyelamatkan para umat yang beriman dan hewan yang berjumlah satu pasang pada masing masing spesies. Bahtera Nabi Nuh diriwayatkan dibuat di gunung dekat tempat tinggalnya. Namun ternyata kisah banjir nabi nuh ini ada kaitannya dengan indonesia. Bagaimana kaitannya? Yuk ikuti penelusurannya yang dikutip dari VIVA.


 Sejumlah suku di Indonesia ternyata memiliki kisah banjir di masa silam yang bebas dari pengaruh agama samawi. Oleh karena itu, seorang ilmuwan dari Universitas Oxford, Inggris pun yakin, di Indonesia-lah, peradaban di Zaman Es dan kisah banjir berasal.

 Hal ini diungkapkan Professor Stephen Oppenheimer yang mengarang buku Eden in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara. Oppenheimer yang terjun langsung meneliti dari pedalaman Papua sampai Kalimantan, menemukan kalau kisah banjir di masa silam di kawasan Indonesia dan sekitarnya, lebih banyak dan beragam dari belahan dunia lain.

 Umat Islam, Kristen dan Yahudi mengenal kisah banjir Nabi Nuh dari kitab suci. Sementara peradaban kuno lain dari Mesopotamia sampai India dan Yunani, punya versi sendiri yang mirip dengan kisah Nabi Nuh. Namun di Indonesia dan sekitarnya, kisah banjirnya bisa sangat berbeda.

 Oppenheimer mengumpulkan kisah 'banjir setinggi gunung' dari Sabang sampai Merauke. Namun bedanya dengan kisah banjir Nuh, sebagian dongeng banjir di Indonesia tidak memuat cerita menyelamatkan diri dengan perahu.



 Oppenheimer pun menduga, suku-suku di pedalaman Indonesia khususnya di Indonesia timur, adalah keturunan dari mereka yang selamat pada saat Zaman Es, tanpa harus berimigrasi ke luar Indonesia. Dalam sebagian dongeng mereka, sang kakek moyang cukup naik ke puncak gunung yang tinggi.

 Beberapa hewan memegang peranan penting dalam bencana alam itu. Misalnya saja penduduk Alor di NTT, menurut mereka ikan gergaji raksasa menenggelamkan benua dan memotong-motongnya menjadi beberapa pulau kecil.

 Masyarakat di Pulau Seram punya dongeng nenek moyang meraka, yang diselamatkan dari banjir oleh elang laut yang membawa mereka ke sebuah pulau. Masyarakat Toraja pun punya dongeng banjir setinggi gunung dan mereka menyelamatkan diri naik palung tempat makan babi.

 Suku Dayak Ot Danum di Barito, Kalimantan Selatan juga punya kisah banjir yang menenggelamkan benua kecuali dua gunung, dan mereka menyelamatkan diri ke gunung itu. Suku Dayak Iban punya Nabi Nuh versi mereka bernama Trow yang menyelamatkan diri naik lesung membawa hewan piaraan.

 Masih banyak contoh dongeng banjir lain yang dikisahkan Oppenheimer dalam bukunya yang setebal 814 halaman itu. Meski pun ada unsur cerita yang sama dengan kisah banjir Nuh, namun secara keseluruhan kisahnya berbeda dengan dongeng banjir di kitab suci ataupun peradaban kuno lain.

 Oleh karena itu, Oppenheimer menilai kisah banjir di Nusantara adalah orisinil dan sudah ada sebelum masuknya Islam dan Kristen ke kawasan ini. Itu sebabnya dia berpendapat kalau Indonesia dan kawasan Asia Tenggara adalah benua yang tenggelam saat banjir besar di akhir Zaman Es.

 Oppenheimer masih menyimpan banyak kejutan lain di dalam bukunya. Jika Anda tertarik, silahkan membaca buku Eden in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara.

[Sumber:Seriawan]

Thursday, April 28, 2016

Mengapa Dalam ISLAM, Berhubungan INTIM Dengan BUDAK di-"Izin"-kan...?!

Pertanyaan diatas sering kali digunakan para non-Muslim untuk menistakan agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini. Mereka beranggapan Berhubungan Seks dengan Budak (hamba sahaya) di-"HALAL"-kan dalam Islam, bahkan termasuk dalam Syariat Islam.



Perlu diketahui sebelumnya, bahwa Perbudakan terjadi diseluruh dunia dan di sepanjang masa, termasuk juga di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan berabad-abad setelahnya, Perbudakan menjadi salah satu isu pemicu perang Saudara di Amerika Serikat.

Perbudakan dan Khamr merupakan TRADISI orang-orang ARAB, yang merupakan wilayah terburuk di zaman jahiliyyah. Mereka beranggapan bahwa budak adalah properti, merupakan sumber kekuatan ekonomi yang dapat diperjual belikan dan dapat diperlakukan seenaknya, termasuk dalam berhubungan seks.

Di masa itu, perzinahan (dengan siapapun tak hanya budak), khamr, menyembah berhala dan kegiatan maksiat lainnya merupakan hal umum yang biasa terjadi dan sudah menjadi tradisi.

Sebagian Ulama berpendapat, itulah alasan mengapa Allah Subhanahu Wa Ta’ala kerap menurunkan para Rasul dan Nabi-Nya di daerah tersebut (jazirah Arab).

Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki akhlak dan iman manusia di zaman jahiliyyah itu. Islam pada akhirnya diturunkan untuk memperbaiki kemaksiatan-kemaksiatan yang terjadi. Dilakukan secara bertahap agar dapat dipahami oleh para kaum jahiliyyah tersebut.

Pahami melalui Sejarah Islam, perbaikan demi perbaikan diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta’alakepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsesuai dengan peristiwa maupun kejadian tertentu agar lebih melekat untuk diingat dan di imani. Pernah dikisahkan; setelah Perang Badar, para pejuang merayakan kemenangan dengan meminum Khamr yang merupakan tradisi Arab dimasa itu.

Di saat itulah Allah Subhanahu Wa Ta’alamenurunkan ayat tentang Khamr dimulai secara perlahan melalui QS. Al-Baqarah : 219 sampai akhirnya diturunkan pelarangan total / Haramnya Khamr yang terdapat pada QS. Al-Maidah : 90-91.

Kembali pada topik pembicaraan diatas, mari Kita simak penjelasan berikut ini agar lebih detail lagi.

.: ARGUMEN non-MUSLIM :.

"Dalam Qur’an, tuhannya Muhammad menghalalkan untuk berhubungan seks dengan budak-budak wanita."
QS 23: 5-6; dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

QS 4:24; dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.

QS 33:50; Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu

QS 4:3; Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.

Pertanyaan Pertama; Kata kunci nya adalah BUDAK. Kenapa Tuhan memperbolehkan umat Islam menggauli BUDAK, padahal budak tersebut belum menjadi istri?

Pertanyaan Kedua; Bukankah Islam melarang perzinahan? Kan menyetubuhi budak termasuk berzina?

.: JAWABAN PERTANYAAN PERTAMA :.

Memang sekilas agak rancu, manakala kita melihat 2 pertanyaan diatas. Agak terasa ambigu, soalnya di satu sisi Islam menentang perbudakan, tapi di sisi lain, kok malah dihalalkan 'menikmati' budak?

Tapi kalau kita dekati masalahnya, mungkin bisa akan semakin jelas. Ada beberapa hal yang perlu kita jadikan bahan pemikiran dalam masalah ini.

Pertama; bahwa perbudakan bukan produk agama Islam. Sebaliknya, ketika Islam diturunkan pertama kali, perbudakan sudah menjadi pola hidup seluruh umat manusia. Bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi nyaris di semua peradaban manusia, pasti ada perbudakan.

Kedua; perbudakan bukan semata-mata penindasan manusia atas manusia, tapi di sisi lain, perbudakan adalah bagian utuh dari dari sendi dasar perekonomian suatu bangsa. Sehingga menghilangkan perbudakan berarti meruntuhkan sendi-sendi dasar perekonomian.

Ketiga; perbudakan juga sudah diakui oleh hukum yang positif dan dibenarkan oleh undang-undang semua peradaban manusia. Memiliki budak, menjual, menukar dan mempertaruhkannya, adalah tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku secara universal.

Maka budak yang melarikan diri dari tuannya, tidak bisa begitu saja dibebaskan oleh orang lain. Secara hukum, mengambil budak yang lari dari tuannya adalah tindakan melawan hukum. Membebaskan budak dengan tebusan adalah satu-satunya jalan yang dibenarkan saat itu.

Keempat; adanya hukum positif semua bangsa tentang budak termasuk juga keabsahan untuk menyetubuhi budak perempuan. Ini merupakan bagian dari aturan yang diakui oleh semua bangsa yang hidup di masa itu. Bukan hal yang aneh atau melanggar hukum.

Islam Diturunkan untuk Menghilangkan Perbudakan

"Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) MELEPASKAN PERBUDAKAN (hamba sahaya)." 
[QS. Al Balad (90) : 11-13]
Nah, di tengah kondisi nyata seperti inilah Islam diturunkan di negeri Arab pertama kali. Karena tujuan akhir memang menghilangkan sistem perbudakan di muka bumi, maka Islam secara khas memang memiliki ciri, yaitu melakukan perubahan secara berangsur-angsur tapi pasti.

Misalnya tentang penghapusan khamr, awal ayat yang pertama kali turun sama sekali tidak mengharamkan khamr, ayat yang kedua juga sama sekali tidak mengharamkannya. Baru pada ayat yang ketiga, ada sedikit larangan, yaitu saat menjelang Sholat. Akhirnya pada ayat ke empat, khamr diharamkan sama sekali.

Demikian juga dengan proses penghapusan perbudakan, adalah sah bila juga ada proses yang harus dilalui. Apalagi perbudakan itu terkait dengan sendi-sendi ekonomi suatu bangsa, tentu waktu yang dibutuhkan jauh lebih lama. 

Bayangkan bila harga seorang budak 100 dinar, sebagaimana salah satu riwayat menyebutkan tentang harga Bilal saat dibebaskan. Padahal kita tahu bahwa satu dinar emas itu senilai dengan harga seekor kambing.

Kalau seekor kambing seharga sejuta rupiah, berarti seorang budak seharga 100 juta rupiah. Bayangkan kalau satu orang tuan di Mekkah memiliki 100 budak, maka nilai assetnya 10 milyar.

Kalau tiba-tiba budak dihapuskan dalam satu ketukan palu, maka jelas sekali ekonomi akan goncang dan runtuh. Tentu saja Islam tidak akan meruntuhkan sendi-sendi ekonomi suatu bangsa. Yang dilakukan adalah penghapusan budak secara bertahap. Ada banyak pintu untuk membebaskan budak, antara lain:

Pintu Pertama; lewat hukuman atau kaffarah atau denda. Seseorang yang melakukan suatu dosa tertentu, ada pilihan denda yaitu membebaskan budak. Misalnya, melakukan hubungan suami isteri siang hari di bulan Ramadhan.

Pintu Kedua; adalah lewat mukatab, yaitu seorang budak harus diberi hak untuk membebaskan dirinya dengan angsuran, di mana uangnya didapat dari 8 ashnaf zakat.

Pintu Ketiga; lewat sedekah atau tabarru'. Seseorang tidak melakukan dosa, tapi dia ingin punya amal ibadah yang sangat bernilai di sisi AllahSubhanahu Wa Ta’ala, maka dia pun membebaskan budak miliknya, atau membeli budak milik orang lain untuk dibebaskan / merdeka-kan.

Pintu Keempat; Islam menetapkan bahwa semua budak yang dinikahi oleh orang merdeka (bukan budak), maka anaknya pasti menjadi orang merdeka. Sehingga secara nashab, perbudakan akan hilang dengan sendirinya.

Itulah salah satu rahasia mengapa menikahi atau menyetubuhi budak sendiri dibenarkan dalam Islam, jawabnya karena anak yang akan lahir dari rahim wanita itu akan menjadi orang yang merdeka. Tanpa harus kehilangan hak atas nilai asset yang dimiliki secara langsung.

Dan masih banyak lagi pintu-pintu lain yang bisa dimanfaatkan untuk mengantarkan para budak menemui kebebasannya.

Pada intinya, perbudakan bisa dihapuskan secara sistematis, namun tidak ada orang yang dirugikan secara finansial. Dan sendi-sendi ekonomi tidak akan rusak atau runtuh.

Dalam banyak ayatnya, Al-Qur'an memang memperbolehkan laki-laki untuk menyetubuhi budaknya sendiri. Tetapi bukan budak orang lain, dengan tujuan untuk menghilangkan perbudakan dari muka bumi ini. Dan budak / hamba sahaya bukan merupakan seseorang yang hina melainkan dimuliakan dan dilindungi.
 "Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.

Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka[1], jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.

Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian,[2] karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa." [QS.An-Nur (24) : 33]
[1] maksudnya adalah salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar sejumlah uang yang telah ditentukan.
Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal. Bahkan dianjurkan untuk berbagi harta / bersedekah kepada budak (hamba sahaya).
[2] sangat dilarang untuk memaksa hamba sahaya (budak) berzina dalam pelacuran, dan bahkan Allah mengampuni perbuatan zina tersebut bila mereka (budak) telah dipaksa oleh majikannya.
 "Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.[3]

Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.

Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." [QS. Al-Baqarah (2) : 221]
[3] maksudnya adalah sebaik-baiknya pasangan hidup adalah mereka yang beriman kepada Allah, walaupun ia seorang budak (hamba sahaya). Dibandingkan dengan seseorang yang merdeka namun musyrik, tidak beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dengan menikah dan memiliki keturunan maka status budak itu akan menghilang dengan sendirinya sampai kepada generasi keturunan selanjutnya.
 "Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam Sholatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki[4]; maka sesungguhnya mereka tidak tercela.

Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dsb)[4], maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." [QS. Al-Mu'minun (23) : 1-7]
[4] maksudnya adalah seorang lelaki diperbolehkan untuk bersetubuh dengan hamba sahaya (budak-nya) selain dengan isterinya; dengan catatan bila mendapat keturunan dari budak tersebut maka status budak itu akan hilang termasuk seluruh generasi keturunan berikutnya.
Seperti penjelasan sebelumnya, hal ini semata-mata untuk menghilangkan perbudakan di muka bumi. Dan itu (bersetubuh dengan budak) lebih baik daripada berzina dengan orang lain ataupun sesama jenis (LGBT saat ini).
Harap diingat bahwa di masa itu masih merupakan zaman jahiliyah dimana perbuatan-perbuatan maksiat tersebut masih di anggap biasa dan telah menjadi tradisi.
 "Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela." [QS. Al-Ma`arij (70) : 29-30]
 "Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan mas kawin-nya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu..." [QS. Al-'Ahzab (33) : 50]
 "Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu.

Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-Hawa), karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka mas kawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya..." [QS. An-Nisa' (4) : 25]
Sesuai dengan ruh Islam yang datang dengan tujuan kebaikan bagi seluruh alam, salah satunya, membebaskan perbudakan di atas bumi ini. Dengan menganjurkan kepada para tuan untuk mengawini budaknya sehingga secara otomatis terbebas dari perbudakan.

Akan menjadi suatu kesalahan yang besar apabila kita hanya membaca beberapa ayat dan bahkan sepotong-sepotong tanpa memperhatikan apakah ada ayat lain yang merujuk pada penjelasan tentang hal dimaksud terlebih lagi tidak melihat penjelasan dari beberapa Hadits.

Kembali pada argumen, selain mengutip [QS. Al-Mu'minun (23) : 5-6] dan [QS. An-Nisa' (4) : 24], coba anda perhatikan ayat lainnya yang menjelaskan tentang hal ini seperti dikutip diatas, [QS. An-Nisa' (4) : 25].

Perhatikan bahwa dalam ayat tersebut memuat sebuah pernyataan bahwa diharamkan menggauli budak-budak tersebut tanpa ada ikatan perkawinan / pernikahan. Selanjutnya bisa anda maknai sendiri.

Kemudian ditegaskan lagi dalam [QS.An-Nur (24) : 33] seperti dikutip diatas; jangankan melakukan perzinahan, mau mengawini-nya pun tetap saja kita harus menghargai dan menjaga kehormatan mereka, ketika mereka menginginkan sebuah perjanjian kita harus menerima perjanjian itu, dan selain itu kita juga diharamkan memaksa mereka untuk melakukan pelacuran.

Jadi, jelas sudah semuanya, bahwa tidak ada unsur perzinahan dalam hal ini. dan ketika budak tersebut menginginkan perjanjian atas perkawinan yang kita inginkan, disini menjelaskan bahwa tidak ada unsur pemaksaan pula dalam hal itu.

Menyetubuhi Hamba Sahaya (Budak) adalah Sebuah Kerendahan

Mungkin sebagian orang berpikir, "Wah enak juga ya punya budak, bisa menyetubuhi tanpa dinikahi.."

Bila memang seperti itu, berarti Islam itu tidak adil, di satu sisi menyatakan mau membebaskan perbudakan, akan tetapi di ayat Al-Qur'an kok malah dibolehkan menyetubuhi budak..?!

Padahal sesungguhnya yang terjadi tidak demikian. Terutama untuk bangsa Arab di masa lalu yang sangat menjunjung tinggi nilai dari seorang isteri.

Sudah menjadi adat dan tradisi bagi bangsa itu untuk menikah dengan wanita terhormat. Dan untuk itu, secara finansial mereka punya level bargainingyang tinggi. Laki-laki arab tidak segan-segan untuk menggelontorkan seluruh hartanya demi untuk membayar mahar (mas kawin) yang sedemikian mahal.

Semakin tinggi nilai dan derajat seorang wanita yang akan dinikahi, maka semakin mahal nilai maharnya. Dan semakin naik pula gengsi si laki-laki yang menikahinya. Dan urusan gengsi ini menjadi ukuran status sosial yang punya kedudukan tersendiri.

Mereka yang menikah dengan wanita bermahar murah, biasanya langsung mengalami penurunan IHD (Indeks Harga Diri). Minimal sedikit terkucil dari pergaulan. Hanya karena menikah dengan wanita yang nilai maharnya agak rendah.

Sebab kemurahan nilai mahar sedikit banyak menggambarkan status dan derajat keluarga si wanita. Dan buat bangsa arab saat itu, menikahi wanita yang maharnya murah akan sangat menjatuhkan gengsi dan wibawa. 

Apalagi kalau sampai menikahi budaknya sendiri, maka 'indeks harga diri' akan langsung melorot jatuh. Dia akan kehilangan 'muka' di hadapan teman-temannya, karena bersetubuh atau menikah dengan budak. Sama sekali tidak ada yang bisa dibanggakan, bahkan memalukan.

Maka meski ada ayat yang menghalalkan menyetubuhi budak wanita milik sendiri, bukan berarti orang Arab lantas senang. Sebab buat mereka, menikah dengan wanita yang berderajat tinggi adalah sebuah prestige tersendiri. Dan menikah dengan budak adalah sebuah 'catatan tersendiri' meski dihalalkan.

Maka di akhir ayat, Allah Subhanahu Wa Ta’alamenegaskan bahwa hal itu tidak tercela. Sebab memang buat bangsa Arab saat itu, menyetubuhi dan menikahi budak memang agak membuat mereka terhina.

.:JAWABAN PERTANYAAN KEDUA:.

Apa yang disebutkan dalam QS. Al-Mu‘minun seperti disebutkan diatas, adalah sebuah pernyataan dari Allah Subhanahu Wa Ta’alasebagai salah satu sumber hukum Islam dalam hal perbudakan.

Dalam ayat itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah membuat ketentuan bahwa setiap Muslim wajib menjaga kemaluannya (tidak sembarangan melakukan hubungan seksual) dengan siapa pun kecuali dengan dua orang : Pertama, dengan istri yang dinikahi. Kedua, dengan budak wanitanya yang dimiliki.

Sehingga hanya kepada kedua golongan wanita inilah seorang laki-laki Muslim boleh melakukan hubungan seksual. Tentu saja melakukan hubungan seksual dengan budak wanita yang dimiliki bukan termasuk zina yang dilarang AllahSubhanahu Wa Ta’ala, tentunya dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Dan perlu dicermati lebih jauh bahwa di abad 7 dimana Syariat Islam diturunkan, fenomena perbudakan adalah sesuatu yang bersifat bagian utama dari sistem masyarakat manapun, bukan hanya milik jazirah arab saja melainkan seluruh dunia dalam bentuknya masing-masing.

Perbudakan telah ada bahkan ribuan tahun sebelum masa turunnya Syariat Islam. Perbudakan telah dikenal sejak zaman Romawi dan Yunani Kuno, Mesir kuno, Sumeria, Babylonia dan peradaban-peradaban kuno lainnya.

Semua menyepakati sistem perbudakan dimana mereka memang bisa melakukan hubungan seksual dengan para budak. Juga jual beli budak diakui secara aklamasi di semua peradaban manusia.

Sehingga budak adalah salah satu komoditi masyarakat yang telah dikenal ribuan tahun lamanya di setiap belahan dunia. Sama halnya dengan perdagangan menggunakan mata uang di zaman sekarang.

Ketika Islam datang, perbudakan tentunya tidak bisa dihapuskan dalam sehari, tetapi butuh proses panjang selama puluhan bahkan ratusan tahun. Selama proses itu berlangsung, Islam telah secara intensif menutup semua pintu perbudakan dan membuka lebar pintu ke arah pembebasannya.

Namun biar bagaimana pun Islam tidak bisa tiba-tiba secara frontal tidak mengakui perbudakan karena perbudakan di masa itu adalah realitas sosial. Sehingga beberapa hukum yang sebelumnya berlaku secara umum, pada kondisi tertentu masih bisa diterima dalam Islam.

Termasuk diantaranya menjual atau membeli budak dan juga melakukan hubungan seksual. Meski hari ini perbudakan praktis tidak ada lagi, bukan berarti hukumnya menjadi tidak berlaku. Karena tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa suatu peradaban akan mengalami set back ke belakang meski sudah pernah mengalami kemajuan.

Sehingga bila suatu saat nanti, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghendaki terjadi perbudakan lagi, Islam telah memiliki hukum yang mengatur mengenai perbudakan itu.
Berakhirnya Era Perbudakan

Dengan sudah berakhirnya era perbudakan manusia oleh sebab turunnya agama Islam, maka otomatis urusan kebolehan menyetubuhi budak pun tidak perlu dibicarakan lagi. Sebab perbudakannya sendiri sudah dileyapkan oleh Syariat Islam.

Mungkin ada yang bertanya, kalau perbudakan sudah lenyap, mengapa Al-Qur'an masih saja bicara tentang perbudakan..?!

Untuk menjawab itu kita perlu melihat lebih luas. Marilah kita membuat pengandaian sederhana. Seandainya suatu ketika nanti entah kapan, terjadi perang dunia yang melumat semua kehidupan dunia. Lalu pasca perang itu peradaban umat manusia hancur lebur, mungkin juga peradaban manusia kembali lagi menjadi peradaban purba, lantas umat manusia yang jahiliyah kembali jatuh ke jurang perbudakan manusia, maka agama Islam masih punya hukum-hukum suci yang mengatur masalah perbudakan.

Dan harap dipahami, bahwa perbudakan tidak lantas lenyap begitu saja di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Proses penyesuaian dalam menghilangkan perbudakan membutuhkan usaha keras dan waktu yang begitu panjang agar seluruh manusia dapat mengadaptasi secara perlahan-lahan.

Dan Al-Qur'an diturunkan melalui Rasulullah semasa hidup beliau. Ini membuktikan bahwa Al-Qur'an tidak diubah-ubah menyesuaikan perkembangan zaman layaknya beberapa Kitab Suci lainnya. Melainkan diturunkan untuk seluruh zaman.

Zaman dimana syair menjadi trend pada saat itu, dan zaman dimana sains merupakan trend di masa kini. Sampai dengan zaman di masa akan datang yang kita tidak mengetahui apakah trend yang akan terjadi berikutnya.

Apakah trend yang lebih modern dari masa sekarang ini atau malah kembalinya trend zaman jahiliyah di masa Akhir Zaman pra-Kiamat. Dimana sebelum kemunculan Dajjal akan ada bencana alam diseluruh dunia yang mengakibatkan kehancuran dan kelaparan dimana-mana. Bahkan makanan seorang Muslim hanyalah berupa Dzikir..Subhanallah..

Apa yang akan terjadi selanjutnya tidak ada yang tahu. Mengapa Allah berjanji akan menjaga Al-Qur'an sampai dengan Akhir Zaman pastilah ada hikmah di balik semua itu. Wallahu a'lam bishawab..

Demikian penjelasan mengenai Berhubungan Intim Dengan Budak (Hamba Sahaya) Dalam Islam. Semoga bermanfaat. Bila berkenan harap SHARE informasi ini.

Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza.

[Sumber:MuslimNetizen.com]

Tuesday, April 26, 2016

BELAJAR BAHASA ARAB - SIMPLE

 
UCAPAN YANG BIASA DIGUNAKAN  DALAN BAHASA ARAB
 
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
Bismillāhir Rahmānir Rahīm
Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
 
 
Semoga Sejahtera atas anda
Assalaamualaikum
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
 
Selamat datang
Ahlan wa sahlan
اَهْلاً وَسَهْلاً
 
Selamat datang buat anda
Ahlan bik
أهْلاًً بِيْك
 
Dengan suka cita
Bikullis surur
بِكُلِّ سُّرُور
 
Awak apa khabar? 
Anta, khaifahaaluk?
 أنْتَ كَيْفَ حَالُك؟
 
Baik, terima kasih
 Thoyyib, syukran
طَيْب، شُكْراً
 
Selamat pagi
 Sobaahul khair
صَبَاحُ الْخَيْر
 
Selamat pagi
 Sobaahun nur
صَبَاحُ النُّوْر
 
Selamat pagi
 Sobaahul fuul
صَبَاحُ الفُول
 
Selamat pagi
 Sobaahus suruur
صَبَاحُ السُّرُور
 
Bagaimana keadaan awak pagi ni?
Kaifa asbahtum?
كَيْفَ اصْبَحْتُمْ؟
 
 
Selamat petang
Masaa ul khair
مَسَاءُ الْخَيْر
 
Selamat petang
Masaa un nuur
مَسَاءُ النُّور
 
Selamat malam
Tushbihu ‘alal khair
تُصْبِحُ الخَيْر
 
Bagaimana keadaan awak petang ini?
Khaifa amsaitum?
كَيْفَ أمْسَيْتُم؟
 
Silakan semua
Tafadhdhalu
تَفَضَّل
 
Saya harap 
Arju
أرْجُو
 
Kami baik dan sehat
Nahnu bikhair walhamdulillah
نَحْنُ بِخَيْر، وَالْحَمْدُ لله
 
Dari mana anda datang?
Min aina ji' ta?
من أين جئت؟
 
Anda dari mana?
Min aina anta?
مِنْ اَيْنَ اَنْتَ
 
Silakan masuk, saudara
 ud khul 
Ya akhi
اُدْخُلْ يَا أَخِيْ
 
Silakan minum
Tafadhdhal, isyrab
تَفَضّلْ إشْرَب
 
Berapa umur anda?
Kam 'umruk?
كَمْ عُمْرُكَ
 
Terima kasih
Syukran
أشْكُرُكَ
 
Terima kasih kepada anda
Asy kurukum
أشْكُرُكُمْ
 
Terima kasih atas pertolongan anda
Syukran li musa ‘adatik
شُكْرًا لِمُسَاعَدَتِكَ
 
 
Terima kasih banyak
Syukran jazilan
شُكْرًا جَزِيْلً
 
 
Terima kasih banyak
 Syukran katsiira
شُكْرًا كَثِيْرًا
 
Terima kasih untukmu
Asy syukru lak
الشُّكْرُ لَك
 
Semoga Allah membalas kebaikkanmu
Jazakallahu khaira (ditujukan pd pria)
Jazakillahu khaira (ditujukan pada wanita)جَزَاكَ اللهُ خَيْر
 
Ya
Na’am
نَعَمْ
 
Ya, benar
Na’am, shohih
نَعَمْ ، صَحِيْحًٌ
 
Baiklah
Hasanan
حَسَنًا
 
Tidak
La
لا
 
Tidak, salah
La, khotho’
لا، خطأ
 
Anda tahu atau tidak?
Anta ta’rif au la’?
أنت تعريف أو لا؟
 
Anda pintar
Anta zakiun
أنا ذكي
 
Awak semua faham?
Hal antum tafhamun?
هل أنتم تفهمون؟
 
Adakah anda tahu?
A ta’rif?
أتعرف؟
 
Ya, kami tahu
 Na’am, na’rif
نعم، نعرف
 
Berhenti semua
Qifu
قفوا
 
Sudah lama anda tidak meziarahi saya
Ma zur tani min zaman
ما زرتني من زمان
 
Saya juga demikian
 ana kadzalik
أنا كذلك 
 
Dimana rumah awak?
Aina baituk?
أين بيتك
 
Wahai anak
Aiyuhal walad
أيها الولد
 
Berapa harganya?
Kam si'ruhu?
كم سعره؟
 
Lihatlah
Unzur
أنظر
 
Maaf
Ma'dzirah
معذرة
 
Akur
Sam’an wa tho’atan
سمعا وطعة
 
Tidak mengapa
La ba’ sa
لا بأس به
 
Tiada apa-apa
La syaik
لا شيء
 
Saya tidak bermaksud
Laisa min qashdi
ليس من قصدي
 
Saya meminta maaf
Ana aasif
أنا آسف
 
Mari ke sini
Ta’al huna
تعال هنا
 
Saya lupa
Ana Nasit
أنا نسيت - نسيت
 
Saya akan hubungi anda
Sa attashil biik
ساتصل بيك
 
Tunggu sebentar
 Intazhir lahzhah
إنتظار لحظة
 
Saya tidak boleh
La aqdar
لا أقدر
 
Saya hadir
Ana hadhir
أنا حاضر
 
Saya tidak hadir
Ana ghaib
أنا غائب
 
Anda rajin
 Anta nasyit
أنت نشيط
 
Ulang sekali lagi
Raddid marratan ukhra
كرر مرة أخرى
 
Cepat!
Bi sur ’ah
بسرعة
 
Sangat cantik
 
Jamilatun jiddan
جميلةٌ جداً
 
Sangat besar
 Kabiratun jidan
كبيرةٌ جداً
 
Saya sakit
Ana maridh
أنا مريض
 
Saya gembira sangat
Ana farhan jidan
أنا فرحان جداً
 
Saya takut sangat
Ana kha'if jidan
أنا خائف جداً
 
Saya lapar
Ana jau ‘an
أنا جوعان
 
Saya kenyang
Ana syab ‘an
أنا شبعان
 
Ajarkan saya
 'allim ni
علمني
 
Boleh saya bertanya?
Hal yumkini an as al
هل يمكنني  أن أسال؟
 
Bertenang
Ihda’
إهداء
 
Selamat tinggal
Wada ‘an
وداعاً
 
Selamat tinggal
Ilal liqa’
إِلَى اللِقَاء
 
Semoga dalam keamanan
 Fi amanillah
فِي أَمَانِ الله
 
Samoga Allah menyembuhkan awak
shafaaka Allah (ditujukan pada akhi)
Shafaakillah (ditujukan pada ukhti)
شفاك الله
 
Wahai Tuhan kami, sembuhkan dia
ربنا يشفية
 
Apa yang anda rasa
Maza tash ‘ur
ماذا تشعر؟
 
Anda telah mengingatkan saya
 Dzakkar tani
ذكرتني
 
Adakah ini betul?
hal haza shohih?
هل هذا صحيح؟
 
Sangat menarik
 Mumti ‘un jiddan
ممتع جداً
 
Menakjubkan, Maha Suci Allah
Ajib, subhanAllah
عجيب، سبحان الله
 
Bersabarlah
Ishbir
اصبر
 
Tawakklah kepada Allah
Tawwakkal ‘alallah
توكل على الله
 
Rahmatilah kami
Irhamna
ارحمنا
 
Tolonglah kami
Saa'id na
ساعدنا
 
Selamatkanlah kami
Qi na
قنا
 
Ambil ini
Khudz hadza
خذ هذا
 
Tinggalkan dia
Utruk hu
اتركه
 
Coba
Jarrib
جَرِّب
 
Sebelum
Qabla
قَبْلَ
 
Selepas
 Ba'da
بَعْدَ
 
Minggu ini
Hazal usbu’
هذا الاسبوع
 
Minggu hadapan
Usbu ‘ul qaadim
الاسبوع القادم
 
 
Saya sangat memerlukannya
Ana ahtaaju ilaihi jidaan
أنا احتاج إليه جداً
 
Saya hendak pergi
Uriduz zahab
أريد الذهب
 
Saya hendak belajar
Uridut ta'alum
أُرِيْدُ التَّعَلَّم
 
Saya rindukan anda
Ana musytaqun ilaik
أنا مشتاقٌ عليه
 
Saya cintakan anda
Ana uhibbuk
أنَا أُحِبُّك

Monday, April 25, 2016

SYI'AH - SUNNI -> NU?


Almarhum GuDur[1] dulu pernah mengatakan Nahdlatul Ulama (NU) itu Syiah minus Imamah, Syiah itu NU plus Imamah. Bukan tanpa alasan statemen itu dilontarkanmemang NU dan Syiah secara budaya memiliki banyak kesamaan. Di Indonesia pendakwah ajaran Islam tak dapat dipastikan apakah Sunni atau Syiah yang datang terlebih dahulu, sebagaimana madzhab leluhur para habib di Hadramaut yang masih diperdebatkan apakah Sunni, Syiah atau bahkan membuat madzhab sendiri. Karena itulah budaya, simbol-simbol Syiah melekat kuat dengan budaya Sunni di Indonesia. Kecintaan akan keluarga Nabi SAW. melekat dengan erat, di antaranya; pujian, tawasulan pada para imam Syiah termaktub dalam syair-syair, tarian, dll; hikayat dan cerita kepahlawanan keluarga Nabi SAW.; tradisi-tradisi yang mirip dengan budaya Syiah, seperti tabot, tahlil arwah hari ke-n, rabo wekasan, primbon, larangan berhajat di bulan suro; istilah-istilah keagamaan, dsb seperti syuro, kenduri, bahkan penamaan hal-hal berbau (maaf) seks pun dengan nama keluarga nabi, seperti tongkat Ali atau rumput Fatimah (padahal kalau menyesuaikan nama aslinya seharusnya terjemahnya adalah tangan Maryam). [2]

NU sebagai salah satu mainstream Sunni di Indonesia menghormati, mengagungkan dan mentaati keturunan Nabi saw, demikian halnya dengan Syiah, bahkan jika mereka berbuat salah pun mereka tetap menaati dan tunduk karena takut kualat, dan sebagainya. Ingat skandal habib pemimpin majelis terbesar kedua di  Jakarta?. NU mengenang dan membacakan manaqib para leluhur guru, kyai-kyai mereka dan mengadakan haul kewafatan mereka. Begitu juga dengan Syiah. Dalam mengatasi ayat-ayat mutasyabihat berkenaan dengan Tuhan, kedua golongan ini sama-sama menakwilkan sesuai dengan posisi Tuhan, bukan memakai arti lahiriah ayat tersebut. Jika dalam NU ada saudara mereka yang meninggal, mereka mendoakannya dalam acara tersendiri, tahlilan. Begitu juga dengan Syiah. NU mengajarkan kebolehan tawasul dengan orang-orang 'suci' mereka, begitu pula dengan Syiah. NU menganggap orang-orang suci mereka tetap hidup meski sudah meninggal dan menziarahi kuburan mereka untuk bertawasul dan bertabarruk. NU mengenal tabaruk dengan benda-benda peninggalan atau pemberian orang 'suci' samahalnya dengan Syiah. Poin-poin terakhir diatas itulah yang membuat golongan muslim kecil imporan naik darah lantas mengkafir-musyrikan dan siap-siap menghunuskan pisau untuk mengalirkan darah penganut NU dan Syiah untuk taqarub kepada Allah.

Dua golongan ini, NU dan Syiah memang memiliki banyak kesamaan. Kedua-keduanya sudah dicap sesat dan kafir oleh kelompok Islam kecil lainnya. Tak jarang untuk mengadu domba dan mempertajam perseteruan kedua kelompok ini dan, Syiah dan Sunni, ada oknum yang mengaburkan, mengganti bahkan menghilangkan redaksi-redaksi dalam kitab-kitab rujukan Sunni-Syiah[3]. Masalah yang seringkali dibentrokkan dengan golongan Sunni adalah imamah Ali dan 11 keturunannya, tahrif al-Quran, doktrin keadilan sahabat nabi, nikah mut’ah, taqiyah, dll. 

Keimamahan ahlul bait merupakan salah satu rukun dalam Syiah. Namun bukan berarti orang yang tidak meyakini dan mengikutinya kafir. Begitulah yang dikatakan para imam Syiah.  Imam Abu Ja'far, Muhammad Al-Baqir as, berkata, seperti tercantum dalam Shahih Hamran bin A'yan: "Agama Islam dinilai dari segala yang tampak dari perbuatan dan ucapan. Yakni yang dianut oleh kelompok-kelompok kaum Muslim dari semua firqah (aliran). Atas dasar itu terjamin nyawa mereka, dan atas dasar itu berlangsung pengalihan harta warisan. Dengan itu pula dilangsungkan hubungan pernikahan. Demikian pula pelaksanaan shalat, zakat, puasa, dan haji. Dengan semua itu mereka keluar dari kekufuran dan dimasukkan ke dalam keimanan."

Mengenai tahrif Al-Quran, umat Islam sepakat bahwa hal ini merupakan masalah besar. Siapapun yang meyakini bahwa Al-Quran telah berubah, baik kurang atau ditambah, maka dihukumi kafir. Sayangnya, pengeritik dan pencela Syiah tidak melihat langsung kondisi sebenarnya di Iran, melihat langsung
Quran-quran yang tersebar seantero Iran yang sama dengan yang dibawa umat Islam lainnya. Masih ingat dengan Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hapal dan Paham Al-Quran yang best seller di Indonesia, Masih sama kan dengan al-Quran yang dibaca dan dihafal kelompok Sunni?. Adapun riwayat-riwayat hadits, sahabat atau ulama yang mengatakan adanya tahrif Al-Quran sebenarnya juga bertebaran tak hanya di kitab-kitab Syiah saja tapi juga ada di kitab-kitab Sunni. Itupun ada yang belum dipastikan sahih riwayatnya atau tidadan juga tidak menjustifikasi si empunya kitab sebagai penganut tahrif, bahkan mungkin ia menolak mentah-mentah.[4] Jika ada oknum di suatu golongan yang meyakini tahrif, maka itu tidak menegaskan semua golongan itu meyakini tahrif. Baik Sunni maupun Syiah mempunyai oknum yang meyakini adanya tahrif  tersebut. Kalau dalam Syiah penganut tahrif Al-Quran disebut kelompok Akhbari. Adapun pendukung tahrif di Sunni, pernahkan anda membaca cerita Ibnu Syanbudz dan pengikutnya, ulama besar Sunni ahli Al-Quran?[5]

Adapun masalah sahabat, yang perlu dipertanyakan adalah apakah meyakini semua sahabat Nabi SAW itu adalah bagian dari iman atau tidak. Jika iya, dan mereka yang mencela, mengkritik dan melaknat sahabat adalah kafir. Maka bagaimana dengan para sahabat itu sendiri yang saling mencela melaknat bahkan membunuh sahabat lainnya. Apa mereka kafir? Jika anda mempelajari sejarah Islam maka akan anda temukan banyak riwayat valid  seperti itu di hampir semua kitab-kitab sejarah umat Islam, baik Sunni maupun Syiah. Jika menunjukkan dan mengungkapkan kejelekan dan keburukan sahabat merupakan dosa besar, maka hampir semua pengarang kitab hadits dan sejarah termasuk orang yang berdosa besar. Maka tak heran jika ada ulama besar hadits yang menganjurkan untuk menutupi hal-hal tersebut untuk menjaga doktrin sahabat itu wajib adil.[6] Dengan dasar konsep semua sahabat udul itu pula semua peristiwa hitam dan kelam perseteruan sahabat ditafsirkan dan dijelaskan. Sayyidah Fatimah tidak pernah marah pada Abu Bakr karena soal perampasan tanah Fadak, fitnah yang terjadi diantara para sahabat di masa Utsman dikarenakan provokasi orang Yahudi, bahkan perang yang terjadi antara Ali as dengan Aisyah, Thalhah dan Zubair adalah karena provokasi Yahudi tersebut. Tak hanya itu, terkadang kejelekan yang dilakukan oleh para sahabat ditutupi secara halus. Jika ada riwayat yang menyebutkan nama sahabat yang berbuat buruk, maka diganti dengan fulan, si a, dll. Jika ada perbuatan atau perkataan buruk sahabat maka ditulis kadza, sesuatu, dll.  

Fitnah buruk lain yang disematkan pada Syiah adalah Syiah mengkafirkan semua sahabat, kecuali 3 orang. Jika Syiah mengkafirkan semua sahabat, lantas siapa yang membantu Ali dalam perang melawan Aisyah, Thalhah, Zubair, madzhab Khawarij, dan MuawiyahMau dikemanakan para sahabat nabi yang mati demi membela Islam dan keluarga Nabi sawBagi Syiah sahabat Nabi SAW ada yang baik dan ada juga yang buruk. Mereka yang buruk tidak perlu diikuti. Syiah tidak sekedar menuduh jelek seorang sahabat tapi mempunyai bukti valid atas keburukan sahabat tersebut.

Syiah pembohong, pendusta karena Syiah menganut doktrin taqiyah. Begitulah yang sering dilontarkan oleh pembenci Syiah. Demikian lekatnya doktrin taqiyah pada golongan Syiah dan tuduhan jeleknya sampai-sampai ada guyonan tentang taqiyah golongan Syiah di dunia maya.[7] Tapi, bagaimana kalau anda ditempatkan pada posisi Syiah. Anda akan dibunujika mengungkapkan keyakinan anda yang sebenarnyaapa yang akan anda lakukan? Begitulah awal mula taqiyah sebenarnya. Begitulah tindakan Ammar bin Yasir menghadapi siksaan kaum Quraisy. Begitulah tindakan penganut Syiah selama kurang lebih seabad di masa kerajaan Umayyah. Mereka dibatasi gerakannya, diburu, dan dibunuh bila ketahuan mengikuti jejak Ahlul Bait. Bahkan Hasan al-Basri pun dalam meriwayatkan hadis dari Ali as, tidak menyebutkan namanya dalam periwayatan karena kondisi waktu itu yang tidak memungkinkan. Jika demikian apa anda setuju taqiyah? hmm...

Anda menyamakan mutah dengan zina, maka anda salah besar. Ibnu Abbas sampai buta mata dan wafat pun tidak pernah melarang mutah atau mencabut pendapatnya tersebut. Karena itulah murid-murid Ibnu Abbas meneruskan pendapatnya. Di antara mereka adalah Ibnu Juraij, Said bin Jubair, Atha’, Mujahid, bahkan ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Malik membolehkan nikah Mut’ah. Jika Syiah meyakini mutah masih diperbolehkan, apakah anda akan memprotes? Toh, menurut Syiah mutah tetap diperbolehkan Nabi saw dan yang melarang adalah Umar di masa kekhalifahannya dan riwayat tersebut ada di kitab-kitab golongan Sunni dan Syiah.[8]

Semua poin-poin di atas, baik tuduhan Sunni atau bantahan Syiah terus saja diulang-ulang sepanjang sejarah Islam, namun semuanya hanya sekedar tulisan tanpa ada upaya untuk menjaga kedamaian ukhuwah islamiyah seakan-akan ada pihak-pihak luar dan dalam yang sengaja menjaga kestabilan perpecahan umat muslim. Akhirnya semua itu berpulang ke dalam diri anda. seorang hakim harus mendengarkan dua pihak yang bersengketa baru memutuskan masalahnya, bukan langsung justifikasi tanpa bertabayun terlebih dahulu. Bukan sekedar cukup menjadi juru dakwah, pemimpin majelis dengan jutaan pengikut, atau tukang khutbah mingguan untuk dapat menjustifikasi sekelompok orang menjadi sesat, kafir dan musyrik, diperlukan sikap yang arif, objektif, ilmiah dan berlaku adil dalam menanggapi saudara sesama muslim yang berbeda pandangan dengan kita.

“Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kefasikan, dan tidak pula melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kekafiran, melainkan hal itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian”. Allahu a’laam.

Salam damai:) 

Update:
Tulisan saya di atas adalah copy paste dari tulisan seseorang, dan setelah saya belajar banyak mengenai Syi'ah dan banyak kajian" Ilmu yang saya ikuti ternyata tulisan di atas banyak mengutip tanpa dipelajari lebih dalam, bahkan sekarang saya berkeyakinan bahwa Syi'ah itu bisa dibilang hanya impersonate Islam dan bukan Islam yang sebenarnya yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad, karena memang mereka mengkafirkan 3 sahabat utama Rasulullah, mengkafirkan Aisyah R.A, menolak Al-Qur'an, mereka bilang AlQuran mereka masih disembunyikan oleh imam besar mereka Al Mahdi yang masih bersembunyi, logika saja kalau masih disembunyikan, lalu kapan mau diamalkan AL Qur'annya, udah banyak keburu yang mati sebelum sempat mengamalkannya, itulah Taqiyah mereka.  


(dari berbagai sumber)


[1] Dibanding dengan kakeknya, Gus Dur begitu dekat dengan golongan Syiah. Ketika terjadi revolusi Iran, Gus Dur mengatakan “Khumayni waliyullah terbesar abad ini” yang menimbulkan kontroversi di kalangan NU, bahkan dalam sebuah diskusi Gus Dur juga mempersilakan warga NU untuk masuk ke madzhab Syi’ah. Sedang K.H. Hasyim Asy’ari ‘menyindir’ Syiah dalam Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama menyebutkan “Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat malaikat dan semua orang.” Bahkan beliau juga melarang santri-santrinya membaca kitab-kitab Syiah, seperti Naylul Authar, Subulus Salam. Perbedaan pandangan tersebut merupakan sesuatu yang galib dalam dunia keilmuan. Imam Ja’far al-Sadiq as mempunyai murid Imam Hanafi yang membuat madzhab sendiri, Imam Malik juga mempunyai murid Imam Syafii, yang mempunyai pendapat berbeda dengan gurunya, bahkan konon gara-gara perbedaan dengan gurunya tersebut Imam Syafi’i meninggal dipukul oleh pengikut Maliki. Said Aqil Siradj yang lulusan pendidikan Saudi pun menjadi pembela Syiah, padahal Saudi secara politik dan budaya menganut faham Wahabi yang jelas-jelas menolak bahkan mengkafirkan Syiah. Pendapat KH. Ahmad Dahlan juga berbeda dengan pendapat majelis tarjih Muhammadiyah sesudahnya, beliau memakai qunut subuh, tarawih 20 rakaat, mengucap usholi dalam niat shalat, dll.
[2] Bahwa upacara peringatan orang mati/tahlil pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000, termasuk khaul, adalah tradisi khas yang jelas-jelas terpengaruh faham Syiah. Dalam tahlil dimulai dengan bacaan al-Fatihah kepada Nabi saw dan roh-roh si mati. Amalan ini menjadi tradisi penganut Syiah dari zaman ke zaman. Dalam tahlil juga dibacakan ayat 33 dari surah al-‘Ahzab yang diyakini oleh golongan Syiah sebagai bukti keturunan Ali dan Fatimah adalah maksum. Demikian juga dengan perayaan 1 dan 10 Syuro dengan penanda bubur Syuro, tradisi Rebo Wekasan atau Arba’a Akhir di bulan Safar, tradisi Nisfu Sya’ban, faham Wahdatul Wujud, Nur Muhammad, larangan berhajat pada bulan Syuro, pembacaan kasidah-kasidah yang memuji Nabi Muhammad Saw dan ahl al-bait, dan wirid-wirid yang diamalkan menunjukkan keterkaitan tersebut. Bahkan istilah kenduri pun, jelas menunjuk kepada pengaruh Syiah karena dipungut dari bahasa Persia: Kanduri, yakni upacara makan-makan di Persia untuk memperingati Fatimah Az-Zahro’.
[3] Di antara kitab yang terbukti ditahrif adalah Nahj al-Balaghah yang diterbitkan oleh Muhammad Abduh Mesir, kitab-kitab al-Khumayni, seperti Hukumah Islam, Kasyful Asrar yang diterjemahkan menyimpang dari bahasa Persia ke Inggris/Arab. Pemalsuan kitab Kasyful Asrar dibongkar oleh Dr. Ibrahim Dasuki Syata, pengajar bahasa dan sastra dari Universitas Kairo. Pemalsuan kitab Hukumah Islam diduga dilakukan penerbit buku milik CIA ke dalam bahasa Inggris.
[4] Riwayat-riwayat tahrif al-Quran, baik dari kalangan sahabat maupun ulama besar, beredar di kitab-kitab Sunni dan Syiah. Di antara yang berpendapat al-Quran berubah adalah Imam Malik, beliau berkata tentang sebab gugurnya basmalah pada pembukaan surah Barâ’ah, “Sesungguhnya ketika bagian awalnya gugur/hilang maka gugur pulalah basmalahnya. Dan telah tetap bahwa ia sebenarnya menandingi surah al-Baqarah (dalam panjangnya)”
[5] Ibn Anbari dan al-Qurthubi menutupi identitas tokoh ini dalam kitabnya. Namun al-Khatib al-Baghdadi dan Abu Syamah menyebut jelas tokoh besar Sunni ini. Nama lengkapnya Abu al Hasan Muhammad ibn Ahmad ibn Ayyub al Muqri’/pakar qira’at, yang dikenal dengan nama Ibnu Syanbûdz/Syannabûdz al-Baghdâdi (w.328 H). Ia banyak belajar dan menimba ilmu qira’at dari banyak pakar di berbagai kota besar Islam. Ia telah berkeliling ke hampir seluruh penjuru negeri Islam untuk menimba ilmu dari para masyâikh, dan ahli qira’at. Ia sezaman dan satu thabaqah dengan Ibnu Mujahid (yang membatasi qira’at hanya pada 7 qira’at saja), tetapi ia lebih luas ilmu dan pengetahuannya, khususnya tentang qira’at dan sumber-sumbernya, dan ia lebih banyak guru dan masyâikhnya, hanya saja Ibnu Majahid lebih berkedudukan di sisi penguasa saat itu. Banyak kalangan ulama qira’at belajar darinya. Abu ‘Amr ad Dâni dan lainnya mengandalkan sanad qira’at melalui jalurnya. Ibnu Syannabûdz adalah tsiqah/terpercaya, seorang yang shaleh, konsisten dalam menjalankan agama dan pakar dalam disiplin ilmu qira’at. Ia meremehkan Ibnu Mujahid yang tidak pernah melancong ke berbagai negeri untuk menimba ilmu qira’at. Apabila ada seorang murid datang untuk belajar darinya, ia menanyainya terlebih dahulu, apakah ia pernah belajar dari Ibnu Mujahid? Jika pernah maka ia tidak akan mau mengajarinya. Ibnu Mujahid menyimpan dendam kepadanya, dan menfitnahnya kepada al wazîr/penguasa saat itu yang bernama Ibnu Muqlah. Ibnu Syannabûdz diadili pengguasa di hadapan para ulama dan ahli fikih, di antaranya Ibnu Mujahid atas qira’atnya yang dinilai menyimpang, setelah terjadi perdebatan seru dengan mereka. Ibnu Muqlah memintanya untuk menghentikan kebiasaannya membaca qira’at yang syâdzdzah, tetapi ia bersikeras mempertahankannya, dan berbicara keras kepadanya dan kepada Ibnu Mujahid serta al Qadhi yang dikatakannya sebagai kurang luas pengetahuan mereka berdua, sehingga Ibnu Muqlah menderanya dengan beberapa cambukan di punggungnya yang memaksanya mengakui kesalahannya dan bersedia menghentikan bacaan syâdzdzah-nya. Ketika Ibnu Muqlah menderanya, Ibnu Syannabûdz mendoakannya agar Allah memotong tangannya dan mencerai-beraikan urusannya. Tidak lama kemudian, setelah tiga tahun, tepatnya pada pertengahan bulan Syawal tahun 326 H, doa itu diperkenankan Allah dan Ibnu Muqlah pun dipotong tangannya oleh atasannya dan dipenjarakan serta dipersulit kehidupannya. Ia hidup terhina dan mati dalam sel tahanan pada tahun 328 H, tahun yang sama dengan tahun wafatnya Ibnu Syannabûdz. Sebagaimana Ibnu Mujahid juga mati setahun setelah mengadili Ibnu Syannabûdz.
[6] Al-Dzahabi berkata, “Omongan sesama teman jika terbukti dilontarkan dengan dorongan hawa nafsu  atau fanatisme maka ia tidak perlu dihiraukan. Ia harus ditutup dan tidak diriwayatkan, sebagaimana telah ditetapkan bahwa harus menutup-nutupi persengketaan yang terjadi antara para sahabat ra. Dan kita senantiasa melewati hal itu dalam kitab-kitab induk dan juz-juz akan tetapi kebanyakan darinya adalah terputus sanadnya dan dha’if dan sebagian lainnya palsu. Dan ia yang ada di tangan kita dan di tangan para ulama kita. Semua itu harus dilipat dan disembunyikan bahkan harus dimusnahkan. Dan harus diramaikan kecintaan kepada para sahabat dan mendo’akan agar mereka diridhai (Allah), dan merahasiakan hal itu (bukti-bukti persengketaan mereka itu) dari kaum awam dan individu ulama adalah sebuah kawajiban. Dan mungkin diizinkan bagi sebagian orang ulama yang obyektif  dan jauh dari hawa nafsu untuk mempelajarinya secara rahasia dengan syarat ia memintakan ampunan bagi mereka (para sahabat) seperti diajarkan Allah.
[7] Kisah Laporan "Spy" Wahabi Tentang Iran. 
Pada suatu hari, agen wahabi mengutus seorang untuk "spy" semua gerak-geri orang syiah, terutama di Iran, maka diutuslah seorang agen A untuk memulai misi ke Iran
Setelah tiga bulan lamanya sang agen kembali untuk melaporkan hasil mata-matanyaMari kita lihat apa yang dilaporkannya :
Agen A : Bos ternyata semua orang Iran, mereka itu hidup dalam taqiyah sepanjang waktu dan dimanapun mereka berada
.
Bos : maksud kamu ?
Agen A : Setelah sekian lama saya selidiki:
1. Ternyata mereka selalu menyembunyikan Al-Qur'an mereka entah dimana. Segala cara dan upaya telah sa
yalakukan untuk dapat menemukan Al-Qur'an versi Syiah, tapi tetap saja saya tidak pernah menjumpai dan menemukannya. Setiap saya lihat semua Al-Qur'an disana sama dengan Al-Qur'an yang kita baca, dan saya tidak pernah menemukan orang yang menjual atau memegang atau menyimpannya di rumah atau di perpustakaan-perpustakaan atau di sekolah-sekolah mereka selain Al-Qur'an seperti yang kita punya. Padahal yang kita belajar dan dengar dari guru-guru kita bahwa Syiah memiliki al-Qur'an sendiri.
2. Mereka juga selalu bersalawat kepada Nabi dan Ahlul Baytnya sepanjang waktu mereka, di
 hampir setiap akhir dari bacaan gerakan sholat, dalam doa-doa mereka, ketika mereka mendengar nama Rasulullah dan para Imam mereka disebutkan, ketika mereka akan memulai pekerjaan dan berpergian, pokoknya di setiap hari mereka selalu mengumandangkan salawat dan kecintaan kepada Rasulullah dan Ahlul Baytnya seolah-olah mereka tahu bahwa saya sedang memperhatikan mereka. padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka sebenarnya adalah pembenci dan selalu memfitnah ahlul bayt nabi. 
3. Setiap hari masyarakat mereka selalu mengutuk dan membenci Amerika dan Zionis, serta musuh-musuh Islam. Dan kesiapan serta doa mereka untuk menjadi dan dibangkitkan sebagai tentara Al-Mahdi dalam melawan Da
jjal akhir zaman. Padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka adalah kawan sejati Amerika dan Israel.
4. Ketika saya memasuki kota-kota suci mereka, di
 setiap hari mereka selalu bergiat dalam ibadah-ibadah serta kajian-kajian keilmuan dan keagamaan, tidak pernah mereka menghabiskan waktu dalam kesia-siaan apalagi mengeluarkan cacian kepada sahabat dan istri nabi. Padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka setiap hari melakukan majlis-majlis cacian kepada sahabat dan isteri nabi.
5. Para mahasiswa dan ilmuwan mereka pun sedang bergiat dalam mengembangkan teknologi, yang setiap saat mereka katakan sebagai kekuatan Islam untuk melawan orang kafir dan musuh Allah, kemajuan yang mereka alami adalah dari hasil anak bangsa dan kemandirian mereka setelah negara mereka mendapat tekanan dan b
oikot dunia. Padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka sering melakukan kerjasama dan membeli senjata dari Amerika dan Israel.
Demikianlah Bos laporan dari saya tentang orang Iran (Syiah) yang menjalani hidup mereka yang selalu bertaqi
yah sepanjang hari dan di tempat manapun mereka berada, sehingga saya tidak pernah menjumpai apa yang guru-guru kita katakan tentang orang Iran (Syiah), mereka selalu bertaqiyah untuk dapat menyembunyikan jati diri mereka di hadapan siapapun, baik teman ataupun musuh-musuh mereka. Dalam pikiran saya terhadap Tuhanpun mereka bertaqiyah, bahkan ketika tidur dan matipun mereka bertaqiyah.
Bos : ???#@!!
Ini juga catatan kaki dari sumber yang dibuat", padahal mereka memang akan selalu bertaqiyah bila berbicara kepada non-syi'ah, untuk menutupi kedustaannya. Kalau dibaca buku mereka bisa dilihat semua kedunguannya Syi'ah.
[8] Quraisy Shihab memandang bahwa 1. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah benar Nabi saw pernah mengharamkan nikah mut’ah itu2. Larangan Umar bin Khattab terhadap nikah mut’ah bukan pengharaman suatu syariat, tetapi demi menjaga kemaslahatan umat kala itu3. Pendapat yang kompromistis ialah pendapat Syekh Muhammad Thahir bin Asyur, mufti Tunisia yang mengatakan bahwa Nabi SAW dua kali mengizinkan nikah mut’ah dan dua kali melarangnya. Larangan ini bukan pembatalan, tetapi penyesuaian dengan kondisi, kebutuhan yang mendesak atau darurat. Maka nikah mut’ah itu hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat, seperti bepergian jauh atau perang dan tidak membawa istri.
Beliaupun QS bukan orang yang smart dalam berpikir, kalau Hijab / Jilbab itu tidak wajib (Allahul musta'an), bagaimana mungkin seorang professor hadith bisa mengatakan bahwa Hijab itu pakaian tradisional orang Arab, padahal dahulu sebelum Hijab itu diwajibkan, tidak ada Hijab di kalangan orang Quraish, artinya itu bukan pakaian tradisional orang Arab tapi syariat dari Allah.

Na'uzubillah...

Allahu a'lam bi as-shawab